Suatu hari Ibrahim bin Adham didatangi lelaki yang gemar bermaksiat,
Jahdar bin Rabi’ah. Ia meminta nasihat agar dapat menghentikan perbuatan
maksiatnya.
“Ya, Aba Ishak, aku ini seorang yang suka melakukan maksiat. Tolong berikan cara yang ampuh untuk menghentikannya.”
Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata,” Jika kamu mampu melakukan
5 syarat yang kuajukan, maka aku tidak keberatan kau berbuat dosa.”
“Apa saja syarat-syarat itu ya Aba Ishak ?”
”Syarat pertama, jika kau ingin melaksanakan perbuatan maksiat, janganlah kau memakan rezeki dari Allah.”
“ Lalu aku makan darimana ? Bukankah segala sesuatu yang berada di bumi ini adalah rezeki dari Allah ? “
“Benar. Bila kau telah mengetahuinya, masih pantaskah kau memakan
rezeki-Nya sementara kau terus melakukan maksiat dan melanggar
perintah-perintah-Nya ?”
“Baiklah.…Kemudian apa syarat yang kedua ?”
”Kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di bumi-Nya,” kata Ibrahim lebih tegas.
Syarat kedua membuat Jahdar lebih kaget.
“Apa ? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku harus tinggal dimana ? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah ?”
“Benar Abdallah. Karena itu pikirkanlah baik-baik. Apakah kau masih
pantas memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya sementara kau terus
bermaksiat ? “ tanya Ibrahim.
“Kau benar Aba Ishak.
Lalu apa syarat yang ketiga ?” tanyanya penasaran.
“ Kalau kau masih juga bermaksiat kepada Allah, tetapi masih ingin
memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempat yang
tersembunyi agar tidak terlihat oleh-Nya.”
Syarat ini membuat lelaki itu terkesima,” Ya Aba Ishak, nasihat macam
apakah semua ini ? Mana mungkin Allah tidak melihat kita ?”
“Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu melihat kita, tetapi kau masih
terus memakan rezeki-Nya, tinggal di bumi-Nya, dan terus melakukan
maksiat kepada-Nya, pantaskah kau melakukan semua itu?” tanya Ibrahim
kepada Jahdar yang masih tampak bingung dan terkesima. Semua ucapan itu
membuat Jahdar bin Rabi’ah tidak berkutik dan membenarkannya
“Baiklah ya Aba Ishak, lalu katakan sekarang apa syarat yang keempat ?”
“ Jika malaikat maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya
bahwa engkau belum mau mati sebelum bertaubat dan melakukan amal
sholeh.”
Jahdar termenung. Tampaknya dia mulai menyadari semua perbuatan yang
dilakukannya selama ini. Dia pun berkata,” Tidak mungkin….tidak mungkin
semua itu kulakukan.”
“Ya Abdallah, bila kau tidak sanggup mengundurkan hari kematianmu lalu dengan cara apa kau dapat menghindari murka Allah ?”
Tanpa banyak komentar lagi, dia bertanya syarat yang kelima.
“Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka
di hari kiamat, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah !”
Lelaki itu tampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasihat Ibrahim. Ia
menangis penuh penyesalan.
Dengan wajah penuh sesal ia berkata “Cukup…cukup ya Aba Ishak !
Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup mendengarnya. Aku berjanji,
mulai saat ini aku akan beristighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah.”
Jahdar menepati janjinya. Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin
Adham, ia benar-benar berubah. Ia mulai menjalankan ibadah dan semua
perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyu’
______________________________________________________
* Rabb…hamba seperti apa, yang mampu terus bermaksiat dengan semua
nikmat yang Kau limpahkan. Yang mampu bermaksiat dibawah tatapanMu?
Dibawah kesaksianMu ? Jaga hamba Ya Rabb…agar tidak termasuk hambaMu
yang seperti itu.